WHO: Orang yang Tidak Divaksin Mati Sia-sia karena COVID-19

Rabu, 06 Oktober 2021

Ilustrasi. Sumber Foto: Detik.com

Nusaperdana.com, Jakarta - Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa orang-orang yang tidak divaksinasi 'mati secara sia-sia' akibat COVID-19. WHO pun mengingatkan bahwa ketimpangan vaksin global sebagai salah satu hambatan utama untuk melawan virus Corona.

Dalam sesi tanya-jawab di saluran media sosialnya seperti dilansir CNBC.com, Rabu (6/10/2021), para pejabat WHO menyampaikan bahwa sekitar 56 negara gagal mencapai tujuan target WHO dalam melakukan vaksinasi sebesar 10% dari jumlah populasi hingga akhir September.

Pimpinan teknis COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove mengatakan, meningkatkan akses vaksin akan membantu mengurangi kematian akibat COVID-19 dan rawat inap di saat dunia telah mencatat nyaris 5 juta kematian terkait virus tersebut.

"Tidak memenuhi target adalah hal yang menyedihkan; ini lebih dari menyedihkan, lebih dari frustrasi," tutur Kerkhove.

Lebih lanjut ia menambahkan, "Ini tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, saya harus mengatakan, karena jika kita telah menggunakan lebih dari 6 miliar vaksin yang telah diberikan hari ini dengan berbeda, kita akan berada dalam situasi yang sangat, sangat berbeda sekarang."

Menurut Kerkhove, data vaksin COVID-19 dengan jelas menunjukkan bahwa vaksin merupakan hal yang aman dan efektif untuk mencegah rawat inap maupun kematian.

"Vaksin-vaksin itu hanya perlu dapat diakses untuk lebih banyak orang," ucapnya. "Hasil dari ini (ketimpangan vaksin) adalah orang-orang yang mati sia-sia," imbuhnya.

Pernyataan Van Kerkhove menegaskan kembali pernyataan para pejabat kesehatan Amerika Serikat bahwa hampir semua kematian nasional karena COVID-19 terjadi pada pasien yang tidak divaksinasi.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS pada 10 September lalu melaporkan orang yang tidak divaksinasi lebih rentan meninggal karena Corona dengan kemungkinan 11 kali lipat. Sementara itu, orang yang tidak divaksin 10 kali lebih mungkin memerlukan rawat inap untuk gejala yang dimiliki dan sekitar 4,5 kali lebih rentan tertular virus secara keseluruhan.